Kamis, 12 Juli 2012

TUGAS


Nama        : Kikye Martiwi Sukiakhy
NIM           : 11242041
Jurusan      : Magister Teknik Informatika
Universitas : Bina Darma Palembang

 tugas Mata Kuliah Konsep Layanan Berbasis IT 

Tugas-tugasnya adalah sebagai berikut:
1. tugas 1 (analisis contoh konsep pelayanan berbasis IT)
2. tugas 2 (analisis contoh konsep pelayanan berbasis IT pada sektor publik)
3. tugas 3 (analisis EUCS pada situs pelayanan publik)
4. tugas 4 (analisis perbandingan indeks pengembangan e-government).

Penerapan SNI


Penerapan SNI pada dasarnya bersifat sukarela, artinya kegiatan dan produk yang tidak memenuhi ketentuan SNI tidak dilarang. 

Dengan demikian untuk menjamin keberterimaan dan pemanfaatan SNI secara luas, penerapan norma - keterbukaan bagi semua pemangku kepentingan, transparan dan tidak memihak, serta selaras dengan perkembangan standar internasional - merupakan faktor yang sangat penting. 
Namun untuk keperluan melindungi kepentingan umum, keamanan negara, perkembangan ekonomi nasional, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup, pemerintah dapat saja memberlakukan SNI tertentu secara wajib. 

Pemberlakuan SNI wajib dilakukan melalui penerbitan regulasi teknis oleh instansi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk meregulasi kegiatan dan peredaran produk (regulator). Dalam hal ini, kegiatan dan produk yang tidak memenuhi ketentuan SNI menjadi terlarang. 

Dengan demikian pemberlakuan SNI wajib perlu dilakukan secara berhati-hati untuk menghindarkan sejumlah dampak sebagai berikut: 
(a) menghambat persaingan yang sehat;
(b) menghambat inovasi; dan 
(c) menghambat perkembangan UKM. 

Cara yang paling baik adalah membatasi penerapan SNI wajib bagi kegiatan atau produk yang memiliki tingkat risiko yang cukup tinggi, sehingga pengaturan kegiatan dan peredaran produk mutlak diperlukan

Pemberlakuan SNI wajib perlu didukung oleh pengawasan pasar, baik pengawasan pra-pasar untuk menetapkan kegiatan atau produk yang telah memenuhi ketentuan SNI wajib tersebut maupun pengawasan pasca-pasar untuk mengawasi dan mengkoreksi kegiatan atau produk yang belum memenuhi ketentuan SNI itu. Apabila fungsi penilaian kesesuaian terhadap SNI yang bersifat sukarela merupakan pengakuan, maka bagi SNI yang bersifat wajib penilaian kesesuaian merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh semua pihak yang terkait. Dengan demikian penilaian kesesuaian berfungsi sebagai bagian dari pengawasan pra-pasar yang dilakukan oleh regulator. 

Mengingat bahwa pemberlakuan regulasi teknis di suatu negara juga berlaku untuk produk impor, maka untuk menghindarkan terjadinya hambatan perdagangan internasional/negara anggota WTO termasuk Indonesia telah menyepakati Agreement on Technical Barrier to Trade (TBT) dan Agreement on Sanitary and Phyto Sanitary Measures (SPS). Upaya pengurangan hambatan perdagangan tersebut akan berjalan dengan baik apabila masing-masing negara dalam memberlakukan standar wajib, menerapkan Good Regulatory Practices


Untuk perjanjian TBT pada prinsipnya mengatur hal-hal sebagai berikut:

. Sejauh dimungkinkan, pengembangan standar nasional tidak boleh ditujukan untuk atau berdampak menimbulkan hambatan perdagangan. Oleh karena itu pengembangan standar nasional diupayakan mengacu dan tidak menduplikasi standar internasional, memberikan kesempatan bagi pemangku kepentingan untuk memberikan tanggapan dan masukan, serta dipublikasikan melalui media yang dapat diakses secara luas. Apabila perbedaan dengan standar internasional tidak dapat dihindarkan untuk tujuan yang sah, maka perbedaannya harus dengan mudah diketahui dan lembaga standar nasional harus bersedia memberikan penjelasan kepada semua pihak yang memerlukan, mengapa perbedaan tersebut diterapkan. 


Penetapan regulasi teknis termasuk pemberlakuan standar wajib tidak boleh dimaksudkan untuk atau berdampak menimbulkan hambatan perdagangan yang berkelebihan. Oleh karena itu sejauh dapat mencapai tujuannya, suatu /regulasi teknis harus mengacu pada standar internasional. Apabila untuk keperluan yang sah penerapan ketentuan teknis yang berbeda dengan standar internasional tidak dapat dihindarkan, maka rencana regulasi teknis tersebut harus diumumkan (notification) untuk mermberikan kesempatan bagi semua pihak di negara anggota WTO lain untuk bertanya dan memberikan pandangan (enquiry) selama sedikitnya 60 hari. Untuk keperluan itu setiap negara anggota WTO harus menetapkan lembaga yang berfungsi sebagai notification body dan enquiry point. Di Indonesia, BSN telah ditunjuk sebagai notification body dan enquiry point untuk perjanjian TBT. Untuk memberikan kesempatan semua pihak mempersiapkan diri, suatu regulasi teknis atau penerapan standar wajib baru dapat diberlakukan secara efektif sekurang-kurangnya 6 bulan setelah ditetapkan. Pemberlakuan regulasi teknis tidak boleh membedakan produk yang diproduksi di dalam negeri dengan produk yang diproduksi di negara lain, dan tidak mendiskriminasikan produk dari suatu negara tertentu dengan produk dari negara lainnya.

. Penilaian kesesuaian terhadap produk dari luar negeri harus sama dengan penilaian kesesuaian bagi produk dalam negeri, dan tidak menerapkan perlakuan yang diskriminatif bagi negara yang berbeda. Sejauh mungkin setiap negara anggota WTO harus mengupayakan agar pelaksanaan penilaian kesesuaian bagi barang impor dapat diakses dengan mudah di negara produsen dan tidak menimbulkan beban yang berkelebihan. Oleh karena itu, sejauh dimungkinkan sistem penilaian kesesuaian yang ada di negara lain dapat diterima. Untuk keperluan itu, negara anggota WTO harus memberikan tanggapan positif terhadap permintaan negara lain untuk menjalin perjanjian MRA. 

. Peningkatan persepsi masyarakat terhadap standar dan penilaian kesesuaian adalah hal mutlak yang harus dilakukan oleh BSN, mengingat hingga saat ini kesadaran masyarakat didalam memproduksi dan atau mengkonsumsi suatu produk belumlah didasarkan atas pengetahuan terhadap standar/mutu produknya melainkan masih didasarkan atas pertimbangan harga. Rendahnya tingkat pemahaman masyarakat terhadap standar dapat dilihat dari banyaknya produk-produk luar negeri yang dikonsumsi masyarakat yang tidak sesuai dengan standar dan rendahnya kesadaran produsen dalam menerapkan standar, kecuali produk-produk yang dikenakan standar wajib. Untuk meningkatkan persepsi masyarakat dibutuhkan; kampanye nasional standardisasi secara terus menerus dan berkesinambungan, program edukasi dan penyadaran masyarakat, pembuatan kurikulum pelatihan standardisasi, peningkatan partisipasi masyarakat serta mendorong keterlibatan lembaga-lembaga pelatihan dalam mendidik dan membina tenaga ahli standardisasi.

Tata Cara Permohonan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) SNI


tata cara permohonan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) SNI kepada Lembaga Sertifikasi Produk Pusat Standarisasi (LSPro-Pustan) Departemen Perindustrian (Deperin) seperti yang dipaparkan dalam dokumen LSPro-Pustan/P.19.:

1. Mengisi Formulir Permohonan SPPT SNI pada link dibawah ini

Daftar isian permohonan SPPT SNI dilampiri:

a.  Fotokopi Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu SNI 19-9001-2001 (ISO 9001:2000) yang dilegalisir. Sertifikasi tersebut diterbitkan Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu (LSSM) yang diakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN).

b. Jika berupa produk impor perlu dilengkapi sertifikat dari LSSM negara asal dan yang telah melakukan Perjanjian Saling Pengakuan (Mutual Recognition Arrangement/MRA) dengan KAN. Proses pada tahap pertama ini biasanya berlangsung selama satu hari.

2. Verifikasi PermohonanLSPro-Pustan melakukan verifikasi meliputi : semua persyaratan untuk SPPT SNI, jangkauan lokasi audit, kemampuan memahami bahasa setempat (jika ada kesulitan, perlu penerjemah bahasa setempat untuk audit kesesuaian). Selanjutnya akan terbit biaya (invoice) yang harus dibayar produsen. Proses verifikasi perlu waktu satu hari.

3. Audit Sistem Manajemen Mutu Produsena.       Audit Kecukupan (tinjauan dokumen) : Memeriksa kelengkapan dan kecukupan dokumen sistem manajemen mutu produsen terhadap persyaratan SPPT SNI. Bila hasilnya ditemukan ketidaksesuaian kategori mayor maka permohonan harus melakukan koreksi dalam jangka waktu dua bulan. Jika koreksi produsen tidak efektif, permohonan SPPT SNI akan ditolak.

b. Audit Kesesuaian : Memeriksa kesesuaian dan keefektifan penerapan Sistem Manajemen Mutu di lokasi produsen. Bila hasilnya ditemukan ketidaksesuaian, pemohon harus melakukan koreksi dalam jangka waktu dua bulan. Jika tindakan koreksinya tidak efektif, maka LSPro-Pustan Deperin akan melakukan audit ulang. Bila hasil audit ulang tidak memenuhi persyaratan SNI, pemohonan SPPT SNI produsen ditolak.
Proses audit biasanya perlu waktu minimal 5 hari.
Proses audit biasanya perlu waktu minimal 5 hari.

4. Pengujian Sampel ProdukJika diperlukan pengambilan sampel untuk uji laboratorium, pemohon menjamin akses Tim Asesor dan Petugas Pengambil Contoh (PPC) untuk memperoleh catatan dan dokumen yang berkaitan dengan Sistem Manajemen Mutu. Sebaliknya, LSPro-Pustan Deperin menjamin para petugasnya ahli di bidang tersebut. Pengujian dilakukan di laboratorium penguji atau lembaga inspeksi yang sudah diakreditasi. Jika dilakukan di laboratorium milik produsen., diperlukan saksi saat pengujian. Sampel produk diberi Label Contoh Uji (LCU) dan disagel. Proses ini butuh waktu minimal 20 hari kerja.

5. Penilaian Sampel ProdukLaboratorium penguji menerbitkan Sertifikasi Hasil Uji. Bila hasil pengujian tidak memenuhi persyaratan SNI, pemohon diminta segera melakukan pengujian ulang. Jika hasil uji ulang tak sesuai persyaratan SNI, permohonan SPPT SNI ditolak.

6. Keputusan SertifikasiSeluruh dokumen audit dan hasil uji menjadi bahan rapat panel Tinjauan SPPT SNI LSPro-Pustan Deperin. Proses penyiapan bahan biasanya perlu waktu 7 hari kerja, sementara rapat panel sehari.

7. Pemberian SPPT-SNILSPro-Pustan melakukan klarifikasi terhadap perusahaan atau produsen yang bersangkutan. Proses klarifikasi ini perlu waktu 4 hari kerja. Keputusan pemberian sertifikat oleh Panel Tinjauan SPPT SNI didasarkan pada hasil evaluasi produk yang memenuhi : kelengkapan administrasi (aspek legalitas), ketentuan SNI, dan proses produksi serta sistem manajeman mutu yang diterapkan dapat menjamin konsistensi mutu produk. Jika semua syarat terpenuhi, esoknya LSPro-Pustan Deperin menerbitkan SPPT SNI untuk produk pemohon.

8. Biaya Pengurusan SNIBerdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 63 tahun 2007, yang berlaku pada Kementerian Perindustrian, biaya SNI sebagai berikut :
No.
Satuan
Tarif (RP)
1.
Biaya permohonan
Per perusahaan
100.000
2.
Jasa asesor untuk audit kecukupan
Per perusahaan
500.000
3.
Jasa asesor untuk audit kesesuaian dan pengawasan (surveillance) di dalam negeri
- Biaya asesor.tenaga ahli/petugas pengambil contoh
Asesor kepala
Asesor
Tenaga ahli
Petugas Pengambil Contoh (PPC)
- Biaya per diem
Per orang/hari
Per orang/hari
Per orang/hari
Per orang/hari
Per orang/hari
1.000.000
750.000
500.000
500.000
150.000
4.
Biaya proses sertifikasi
Per tahun/SNI
1.500.000
5.
Biaya pemeliharaan sertifikasi dalam rangka pengawasan
Per tahun/SNI
1.000.000
6.
Biaya sertifikat untuk permohonan baru
Per sertifikat
100.000
7.
Jasa asesor untuk audit kesesuaian dan pengawasan (surveillance) di luar negeri
- Biaya asesor/tenaga ahli/petugas pengambil contoh
Asesor kepala
Asesor
Tenaga ahli
Petugas Pengambil Contoh (PPC)
- Pengambil per diem
Per orang/hari
Per orang/hari
Per orang/hari
Per orang/hari
Per orang/hari
3.000.000
2.500.000
2.000.000
2.000.000
1.000.00
Catatan : Biaya per diem adalah ongkos perjalanan auditor KAN, menuju dan kembali dari tempat kegiatan asesmen dilakukan. Surveillance adalah kunjungan pengawasan minimal satu tahun sekali pada lembaga sertifikasi atau Lembaga Pelatihan atau Lembaga Inspeksi yang telah diakreditasi untuk menilai dan memantau kesesuaian akreditasinya terhadap standar akreditasi yang telah ditetapkan.

GENAP SNI


Gerakan Nasional Penerapan SNI (GENAP SNI) adalah "strategi non tariff" dalam rangka mendukung langkah pemerintah menghadapi pemberlakuan CAFTA tahun 2010. Badan Standardisasi nasional (BSN) sebagai lembaga pemerintah non Kementrian yang mempunyai tugas pokok mengembangkan dan membina kegiatan Standardisasi di Indonesia mempunyai tanggungjawab memastikan tersedianya Standar Nasional Indonesia (SNI) yang diperlukan untuk memfasilitasi Indonesia dalam menghadapi CAFTA dan memberikan rekomendasi dalam pengembangan lembaga penilaian kesesuaian (LPK) terutama laboratorium penguji dan lembaga sertifikasi produk yang diperlukan. GENAP SNI yang dicanangkan pemerintah pada awal tahun 2010 merupakan langkah konkret yang dilakukan untuk penerapan standar. Tujuan GENAP SNI salah satunya adalah mengamankan pasar dalam negri dari serbuan produk China melalui penerapan standar. Untuk merealisasikan GENAP SNI maka BSN membuat draft strategi non tarif yang akan digunakan sebagai bahan yang akan didiskusikan dengan para mitra/pemangku kepentingan BSN dan sekaligus menjadi rujukan. Bahan ini disusun dengan landasan:
  • Hasil Lokakarya Nasional Standardisasi tanggal 7-8 Oktober 2009 terkait dengan AFTA
  • Kesimpulan rapat Menko EKUIN tanggal 18 Januari 2010
  • Hasil RDP Komisi VI dengan 5 mentri bidang perekonomian (Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, Menteri Keuangan, Mentri Koperasi dan UKM, dan Mentri BUMN) tanggal 20 januari 2010
  • Hasil rapat kerja BSN dalam rangka RENSTRA BSN 2010-2014
  • ASEAN Economic Community (AEC) 2015
Untuk itu, BSN sebagai koordinator GENAP telah menetapkan 11 langkah dan 11 sektor prioritas dalam rangka menyukseskan GENAP SNI. Ke 11 langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1.     Menganalisis ekspor impor China dan ketersediaan SNI
2.     Menentukan 11 sektor prioritas produk paling terpengaruh
3.     Mengidentifikasi SNI dalam 11 sektor prioritas
4.     Menganalisi peluang membuat national differences
5.     Menganalisi kemampuan industri dalam 11 sektor prioritas
6.     Menganalisis ketersediaan dan kebutuhan pengembangan Lembaga Penilaian Kesesuaian
7.     Mengefektifkan pemberlakuan Keppres No.80/2003 terkait ketentuan penggunaan SNI dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah
8.     Mendukung instansi teknis dalam memberikan insentif LPK untuk mendukung 11 sektor prioritas
9.     Mendukung instansi teknis dalam memberikan insentif kepada industri untuk 11 sektor prioritas
10.   Memfasilitasi penyusunan regulasi teknis dan pelaksanaan pengawasan pasar terhadap 11 sektor prioritas
11.   Mengedukasi konsumen
Adapun ke sebelas sektor prioritas yang disebutkan adalah baja, alumunium, elektronik dan kelistrikan, petrokimia, mesin dan perkakas, hasil pertanian, makanan dan minuman, tekstil dan produk tekstil , alas kaki serta mainan anak. GENAP SNI juga merupakan program yang dilakukan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai SNI. Edukasi tersebut ditempuh dengan cara meningkatkan kemudahan akses informasi SNI bagi masyarakat, pengembangan media, penerbitan publikasi dan penyelenggaraan berbagai pertemuan dalam rangka mendidik masyarakat untuk menerapkan SNI

Rumusan SNI





Agar SNI memperoleh keberterimaan yang luas antara para stakeholder, maka SNI dirumuskan dengan memenuhiWTO Code of good practice, yaitu:


  1. Openess (keterbukaan): Terbuka bagi agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat berpartisipasi dalam pengembangan SNI;
  2. Transparency (transparansi): Transparan agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat mengikuti perkembangan SNI mulai dari tahap pemrograman dan perumusan sampai ke tahap penetapannya . Dan dapat dengan mudah memperoleh semua informsi yang berkaitan dengan pengembangan SNI;
  3. Consensus and impartiality (konsensus dan tidak memihak): Tidak memihak dan konsensus agar semua stakeholder dapat menyalurkan kepentingannya dan diperlakukan secara adil;
  4. Effectiveness and relevance: Efektif dan relevan agar dapat memfasilitasi perdagangan karena memperhatikan kebutuhan pasar dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  5. Coherence: Koheren dengan pengembangan standar internasional agar perkembangan pasar negara kita tidak terisolasi dari perkembangan pasar global dan memperlancar perdagangan internasional; dan
  6. Development dimension (berdimensi pembangunan): Berdimensi pembangunan agar memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan nasional dalam meningkatkan daya saing perekonomian nasional.
(sumber Strategi BSN 2006-2009)

TANDA SNI

Standar nasional Indonesia


Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia. SNI dirumuskan oleh Panitia Teknis dan ditetapkan oleh BSN (Badan Standarisasi Nasional). SNI dikeluarkan oleh     dengan tujuan utamanya yaitu untuk melindungi konsumen selaku pemakai produk. Produk yang kualitasnya tidak sesuai standar SNI, tidak diijinkan beredar di pasar.
Standar SNI dikenakan pada berbagai produk seperti Tabung LPG
, helm, lampu, kabel listrik, pupuk, kopi, teh, kakao, minuman, berbagai jenis minyak, gula, tepung, produk besi dan baja, kaca, karet, ban, dan berbagai bahan konstruksi. Bagi produsen, prosedur mengurus SNI tentu menjadi hal yang penting untuk dipahami