Kamis, 12 Juli 2012

Penerapan SNI


Penerapan SNI pada dasarnya bersifat sukarela, artinya kegiatan dan produk yang tidak memenuhi ketentuan SNI tidak dilarang. 

Dengan demikian untuk menjamin keberterimaan dan pemanfaatan SNI secara luas, penerapan norma - keterbukaan bagi semua pemangku kepentingan, transparan dan tidak memihak, serta selaras dengan perkembangan standar internasional - merupakan faktor yang sangat penting. 
Namun untuk keperluan melindungi kepentingan umum, keamanan negara, perkembangan ekonomi nasional, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup, pemerintah dapat saja memberlakukan SNI tertentu secara wajib. 

Pemberlakuan SNI wajib dilakukan melalui penerbitan regulasi teknis oleh instansi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk meregulasi kegiatan dan peredaran produk (regulator). Dalam hal ini, kegiatan dan produk yang tidak memenuhi ketentuan SNI menjadi terlarang. 

Dengan demikian pemberlakuan SNI wajib perlu dilakukan secara berhati-hati untuk menghindarkan sejumlah dampak sebagai berikut: 
(a) menghambat persaingan yang sehat;
(b) menghambat inovasi; dan 
(c) menghambat perkembangan UKM. 

Cara yang paling baik adalah membatasi penerapan SNI wajib bagi kegiatan atau produk yang memiliki tingkat risiko yang cukup tinggi, sehingga pengaturan kegiatan dan peredaran produk mutlak diperlukan

Pemberlakuan SNI wajib perlu didukung oleh pengawasan pasar, baik pengawasan pra-pasar untuk menetapkan kegiatan atau produk yang telah memenuhi ketentuan SNI wajib tersebut maupun pengawasan pasca-pasar untuk mengawasi dan mengkoreksi kegiatan atau produk yang belum memenuhi ketentuan SNI itu. Apabila fungsi penilaian kesesuaian terhadap SNI yang bersifat sukarela merupakan pengakuan, maka bagi SNI yang bersifat wajib penilaian kesesuaian merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh semua pihak yang terkait. Dengan demikian penilaian kesesuaian berfungsi sebagai bagian dari pengawasan pra-pasar yang dilakukan oleh regulator. 

Mengingat bahwa pemberlakuan regulasi teknis di suatu negara juga berlaku untuk produk impor, maka untuk menghindarkan terjadinya hambatan perdagangan internasional/negara anggota WTO termasuk Indonesia telah menyepakati Agreement on Technical Barrier to Trade (TBT) dan Agreement on Sanitary and Phyto Sanitary Measures (SPS). Upaya pengurangan hambatan perdagangan tersebut akan berjalan dengan baik apabila masing-masing negara dalam memberlakukan standar wajib, menerapkan Good Regulatory Practices


Untuk perjanjian TBT pada prinsipnya mengatur hal-hal sebagai berikut:

. Sejauh dimungkinkan, pengembangan standar nasional tidak boleh ditujukan untuk atau berdampak menimbulkan hambatan perdagangan. Oleh karena itu pengembangan standar nasional diupayakan mengacu dan tidak menduplikasi standar internasional, memberikan kesempatan bagi pemangku kepentingan untuk memberikan tanggapan dan masukan, serta dipublikasikan melalui media yang dapat diakses secara luas. Apabila perbedaan dengan standar internasional tidak dapat dihindarkan untuk tujuan yang sah, maka perbedaannya harus dengan mudah diketahui dan lembaga standar nasional harus bersedia memberikan penjelasan kepada semua pihak yang memerlukan, mengapa perbedaan tersebut diterapkan. 


Penetapan regulasi teknis termasuk pemberlakuan standar wajib tidak boleh dimaksudkan untuk atau berdampak menimbulkan hambatan perdagangan yang berkelebihan. Oleh karena itu sejauh dapat mencapai tujuannya, suatu /regulasi teknis harus mengacu pada standar internasional. Apabila untuk keperluan yang sah penerapan ketentuan teknis yang berbeda dengan standar internasional tidak dapat dihindarkan, maka rencana regulasi teknis tersebut harus diumumkan (notification) untuk mermberikan kesempatan bagi semua pihak di negara anggota WTO lain untuk bertanya dan memberikan pandangan (enquiry) selama sedikitnya 60 hari. Untuk keperluan itu setiap negara anggota WTO harus menetapkan lembaga yang berfungsi sebagai notification body dan enquiry point. Di Indonesia, BSN telah ditunjuk sebagai notification body dan enquiry point untuk perjanjian TBT. Untuk memberikan kesempatan semua pihak mempersiapkan diri, suatu regulasi teknis atau penerapan standar wajib baru dapat diberlakukan secara efektif sekurang-kurangnya 6 bulan setelah ditetapkan. Pemberlakuan regulasi teknis tidak boleh membedakan produk yang diproduksi di dalam negeri dengan produk yang diproduksi di negara lain, dan tidak mendiskriminasikan produk dari suatu negara tertentu dengan produk dari negara lainnya.

. Penilaian kesesuaian terhadap produk dari luar negeri harus sama dengan penilaian kesesuaian bagi produk dalam negeri, dan tidak menerapkan perlakuan yang diskriminatif bagi negara yang berbeda. Sejauh mungkin setiap negara anggota WTO harus mengupayakan agar pelaksanaan penilaian kesesuaian bagi barang impor dapat diakses dengan mudah di negara produsen dan tidak menimbulkan beban yang berkelebihan. Oleh karena itu, sejauh dimungkinkan sistem penilaian kesesuaian yang ada di negara lain dapat diterima. Untuk keperluan itu, negara anggota WTO harus memberikan tanggapan positif terhadap permintaan negara lain untuk menjalin perjanjian MRA. 

. Peningkatan persepsi masyarakat terhadap standar dan penilaian kesesuaian adalah hal mutlak yang harus dilakukan oleh BSN, mengingat hingga saat ini kesadaran masyarakat didalam memproduksi dan atau mengkonsumsi suatu produk belumlah didasarkan atas pengetahuan terhadap standar/mutu produknya melainkan masih didasarkan atas pertimbangan harga. Rendahnya tingkat pemahaman masyarakat terhadap standar dapat dilihat dari banyaknya produk-produk luar negeri yang dikonsumsi masyarakat yang tidak sesuai dengan standar dan rendahnya kesadaran produsen dalam menerapkan standar, kecuali produk-produk yang dikenakan standar wajib. Untuk meningkatkan persepsi masyarakat dibutuhkan; kampanye nasional standardisasi secara terus menerus dan berkesinambungan, program edukasi dan penyadaran masyarakat, pembuatan kurikulum pelatihan standardisasi, peningkatan partisipasi masyarakat serta mendorong keterlibatan lembaga-lembaga pelatihan dalam mendidik dan membina tenaga ahli standardisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar